
Pura Ulun Danu Batur atau juga disebut sebagai "Pura Batur" adalah Pura yang terletak di pulau Bali, Indonesia . Sebagai salah satu Pura Kahyangan Jagat, Pura Ulun Danu Batur adalah salah satu dari pura terpenting di Bali
yang bertindak sebagai pemelihara harmoni dan stabilitas seluruh pulau.
Pura Ulun Danu Batur mewakili arah Utara dan didedikasikan untuk dewa
Wisnu dan dewi lokal Dewi Danu,
dewi Danau Batur, danau terbesar di Bali. Setelah hancurnya kompleks
pura yang asli, pura tersebut akhirnya dipindahkan dan kembali dibangun pada
tahun 1926.Dewi Danu yang juga bergelar Ratu Ayu Pingit Dalam Dasar atau I Ratu Ayu Mas Membah adalah dewi penguasa Danau Batur bersama-sama dengan putera sulungnya, yaitu Ratu Gede Dalam Dasar.
![]() | ||||
Gambar : sketsa dari perwujudan Dewi Danu |
Pura Batur atau Pura Ulun Danu pertama kali didirikan pada abad ke-17. Pura ini didedikasikan untuk dewa Wisnu dan untuk dewi danau Dewi Danu. Sedangkan Kata 'Pura' berarti "Pura atau Kuil", sedangkan kata ulun ("kepala" atau "sumber") dan danu ("danau", merujuk ke Danau Batur) diterjemahkan sebagai "sumber danau"; dan dengan demikian nama Pura secara harfiah berarti "Pura Sumber Danau". Kata 'batur', setelah desa Batur di mana Pura itu berada, berarti "murni" atau "bersih secara spiritual". Adapun definisi Pura Ulun Danu menggambarkan pentingnya air bagi kemakmuran warga sekitar desa Batur dan bagi seluruh komunitas Hindu di Bali, terutama dalam mengairi sawah di pulau Bali.
Sebelum meletusnya Gunung Batur pada tahun 1917, Pura Batur dan desa aslinya (yang pada saat itu dikenal sebagai Karang Anyar, yang berarti "Wilayah Baru") terletak di barat daya lereng Gunung Batur itu sendiri. Aliran lahar letusan 1917 menyebabkan hampir ribuan korban berjatuhan. Meskipun hancur, aliran lava hitam berhenti di gerbang Pura Ulun Danu Batur. Karena lava berhenti sebelum mencapai candi, masyarakat melihat ini sebagai pertanda baik dan memutuskan untuk tinggal di daerah tersebut.
Pada 21 April 1926, Gunung Batur meletus lagi, kali ini menghancurkan seluruh desa Karang Anyar. Lava juga melaju ke arah pura, menutupi hampir seluruh kompleks. Terlepas dari kehancuran desa dan juga hilangnya 1.500 penduduk desa, meru tingkat 11 pura ini bertahan. Namun dengan daerah di sekitar Gunung Batur yang akhirnya dinyatakan bahwa tidak dapat dihuni selama periode erupsi, penduduk desa Kalang Anyar pun terpaksa harus pindah dari tempat tersebut. Proses relokasi dibantu oleh penduduk desa dari daerah sekitarnya, seperti Desa Bayung, Tunggiran, Kedisan, Buanan, Sekardadi. Pemerintah Hindia Belanda mengirim pasukan regional Bangli dan beberapa tahanan untuk membantu relokasi.Kuil 11 tingkat yang selamat diangkut menuju ke lokasi baru, serta perlengkapan penting lainnya dari pura.
Setelah beberapa hari, program pembangunan kembali desa dimulai oleh pemerintah daerah Bangli. Dana pun sedikit demi sedkit dikumpulkan untuk membangun rumah baru, kantor administrasi, dan infrastruktur dasar. Setelah beberapa bulan, daerah di sekitar Gunung Batur dinyatakan aman, dan program pembangunan kembali desa dapat segera dimulai. Lokasi baru untuk desa dipilih, kali ini menanjak di tepi luar kaldera Danau Batur. Tanah dibagikan sesuai dengan jumlah keluarga asli. Seluruh proses diawasi oleh petugas polisi setempat (mantri polisi) untuk menjaga ketertiban. Dengan selesainya rumah-rumah dan infrastruktur dasar, pemerintah daerah Bangli mengumpulkan dana lain untuk membangun sebuah pura baru, yang akhirnya terciptalah Pura Ulun Danu Batur yang sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar